Ahlan wa Sahlan

Selamat datang di Blog KMMF UGM, sebuah media dakwah kampus Farmasi UGM.
Sekretariat:
Masjid Fakultas Farmasi UGM
Jl. Medika Sekip Utara, Yogyakarta 55281
e-mail: kmmfugm@ymail.com


Sunnah Nabi yang Ditinggalkan


Sunnah (baca:hadits) itu termasuk wahyu. Allah berfirman,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)
Yang artinya, “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (QS An-Najm:3-4).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ إِنِّى أُوتِيتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
“Ingatlah bahwa aku itu diberi al Qur’an dan yang semisalnya (baca:hadits) bersamanya” (HR Ahmad no 17213 dari al Miqdam bin Ma’di Yakriba, Syeikh Syuaib al Arnauth mengatakan, “Sanadnya shahih”).
Hasan bin ‘Athiyyah, seorang tabiin mengatakan, “Jibril itu turun untuk menemui Nabi dengan membawa sunnah sebagaimana dia turun dengan membawa al Qur’an”.
Allah juga menjamin untuk menjaga sunnah sebagaimana menjaga al Qur’an. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya kamilah yang menurunkan adz dzikr dan kamilah yang menjaganya” (QS al Hijr:9). Yang dimaksud dengan adz dzikr dalam ayat ini mencakup al Qur’an dan sunnah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ
“Barang siapa yang merintis kebiasaan yang baik dalam Islam maka untuknya pahalanya dan pahala orang yang melakukannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun” (HR Muslim no 2398 dari Jarir bin Abdillah).

Hadits ini berkenaan dengan menghidupkan sunnah dan mendorong manusia untuk melakukannya. Ini semua mengharuskan kita untuk berusaha sungguh-sungguh untuk turut melestarikan sunnah dan membersihkannya dari noda bid’ah.
Ibnu Abbas mengatakan, “Tidaklah tiba suatu tahun melainkan banyak orang yang mengada-ada suatu bid’ah dan mematikan suatu sunnah sehingga bid’ah hidup sedangkan sunnah mati”.
Berikut ini adalah beberapa sunnah/ajaran Nabi yang sudah banyak dilupakan.
1. Bersiwak (gosok gigi) sebelum berwudhu
Seorang muslim dianjurkan untuk bersiwak sebelum berwudhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوءٍ
“Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya kuwajibkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak berwudhu” (HR Ahmad no9930, menurut Syeikh Su’aib al Arnauth sanadnya shahih menurut kriteria Bukhari dan Muslim).
2. Selalu dalam kondisi berwudhu dan shalat sunah dua rakaat setelah berwudhu
عن عبد الله بن بريدة : عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم سمع خشخشة أمامه فقال : ( من هذا ) ؟ قالوا : بلال فأخبره وقال : ( بما سبقتني الى الجنة ) ؟ فقال : يارسول الله ما أحدثت إلا توضأت ولا توضأت إلا رأيت أن لله علي ركعتين أصليهما قال صلى الله عليه و سلم : ( بها )
Dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar suara di depannya (di dalam surga, pent), lalu bertanya, ‘Siapa ini?’. Para malaikat mengatakan, ‘Bilal’. Hal ini lantas diceritakan oleh Nabi kepada Bilal seraya bertanya, “Dengan sebab apa engkau bisa mendahuluiku ke surga?”. Bilal berkata, “Wahai rasulullah, tidaklah aku berhadats melainkan aku berwudhu dan tidaklah aku berwudhu melainkan aku shalat sebanyak dua rakaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Memang karena itu” (HR Ibnu Hibban no 7087, Syeikh Syu’aib al Arnauth mengatakan, ‘Sanadnya shahih sesuai dengan kriteria Muslim’).
3. Menjilati ujung jari setelah selesai makan
4. Makan dengan menggunakan tiga jari
5. Memakan makanan yang jatuh setelah kotoran yang melekat dibuang
Dalam Shahih Muslim terdapat bab yang berjudul, “Anjuran menjilati jari dan piring (setelah selesai makan, pent) serta memakan suapan yang jatuh setelah kotoran yang melekat dibersihkan dan dimakruhkan membersihkan tangan sebelum dijilati”.
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِلَعْقِ الأَصَابِعِ وَالصَّحْفَةِ وَقَالَ « إِنَّكُمْ لاَ تَدْرُونَ فِى أَيِّهِ الْبَرَكَةُ ».
Dari Jabir, sesungguhnya Nabi memerintahkan untuk menjilati jari jemari dan piring makan. Nabi bersabda, “Kalian tidak mengetahui di bagian makanan yang mengandung barokah” (HR Muslim no 5420).
عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ وَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ بِالْمِنْدِيلِ حَتَّى يَلْعَقَ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى فِى أَىِّ طَعَامِهِ الْبَرَكَةُ ».
Dari Jabir, Rasulullah bersabda, “Jika ada suapan makanan yang jatuh maka hendaknya diambil, kotoran yang melekat dibuang lalu dimakan. Jangan biarkan suapan makanan tersebut untuk setan. Janganlah kalian bersihkan tangan kalian sesudah makan dengan sapu tangan hingga kalian jilati terlebih dahulu jari jemari kalian karena kalian tidak tahu secara pasti letak dari barokah makanan” (HR Muslim no 5421).
Berdasarkan dua hadits ini jelaslah bahwa menjilati jari atau piring bukan hanya perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam dua hadits di atas.
عَنِ ابْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْكُلُ بِثَلاَثِ أَصَابِعَ وَيَلْعَقُ يَدَهُ قَبْلَ أَنْ يَمْسَحَهَا.
Dari Ka’ab bin Malik, adalah menjadi kebiasaan rasulullah makan dengan menggunakan tiga jari dan menjilati tangan sebelum diusap (dengan sapu tangan, pent) (HR Muslim no 5417).
Anjuran untuk makan dengan tiga jari itu berlaku untuk makanan yang memungkinkan mennggunakan tiga jari semisal korma, roti dll. Adapun makanan yang tidak memungkinkan semisal bubur atau yang lainnya maka tidak berlaku anjuran untuk makan dengan tiga jari.
6. Duduk di tempat shalat setelah shalat shubuh hingga matahari terbit
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا صَلَّى الْفَجْرَ جَلَسَ فِى مُصَلاَّهُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَسَنًا.
Dari Jabir bin Samurah, sesungguhnya di antara kebiasaan Nabi adalah duduk di tempat shalatnya setelah shalat shubuh sampai matahari agak meninggi (HR Muslim no 1558).
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ ».
Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda, “Siapa yang shalat shubuh berjamaah kemudian dudukmengingat Allah hingga matahari terbit kemudian shalat sebanyak dua rakaat, maka untuknya pahala sebagaimana pahala haji dan umrah yang sempurna, sempurna dan sempurna” (HR Tirmidzi no 586, menurut al Albani, ‘sanadnya hasan’).
Syeikh Abdul Aziz bin Baz berkata, “Seorang perempuan yang shalat shubuh di rumah lalu duduk di tempat shalatnya untuk mengingat Allah atau membaca alQur’an sampai matahari meninggi kemudian shalat dua rakaat. Perempuan tadi akan mendapatkan pahala yang dijanjikan”.
Artikel : ustadzaris.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar