Ahlan wa Sahlan

Selamat datang di Blog KMMF UGM, sebuah media dakwah kampus Farmasi UGM.
Sekretariat:
Masjid Fakultas Farmasi UGM
Jl. Medika Sekip Utara, Yogyakarta 55281
e-mail: kmmfugm@ymail.com


Bening itu Kuat



Oleh: Septi Embun Sari Ardinova

Namanya X, ia seorang perempuan yang tangguh, gesit, cekatan dan disiplin. Ia tetangga kostku, yang setiap hari menuju kampus farmasi ini dengan berjalan kaki. Langkah dan wajahnya selalu terlihat ringan. Siapa yang menyangka, ternyata ia bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya dengan keringat sendiri? Biaya kuliah ditutupinya dengan beasiswa. Walaupun penampilannya sederhana, ia jauh dari kata 'kurang mampu'. Ia hebat bagiku. Semester VII yang lalu, ia jalani kuliahnya dengan lima hari kerja (senin sampai jumat) sedangkan hari Sabtu dan Ahad ia gunakan untuk mengambil data skripsi dari luar kota, dan berhasil! Ia lulus dalam tujuh semester (3,5 tahun) dengan nilai sangat memuaskan, cum laude! Aku sangat salut, tapi ia bukan seorang muslim.

***
Lain lagi cerita, sebut saja dia A. Ia seorang laki-laki, muslim, taat dan pemalu. Saat menjabat sebagai ketua sebuah lembaga, mungkin banyak yang meragukan apakah ia mampu melewati masa-masa sulit itu. Pada semester-semester awal ia beberapa kali meminjam catatanku. Mungkin ia merasa tertinggal catatan, padahal ia rajin, tulisannnya rapi pula. Aku baru sadar, ternyata itu salah satu bentuk kesungguhannya menuntut ilmu. Satu tahun kepengurusan ia lalui dengan sukses dan lancar, walau kita tidak pernah tahu berbagai kendala dan masalah yang ia hadapi. Tak banyak tahu tentang ia, yang aku tahu ia sedang berusaha mendalami dakwah yang ia jalani. Ia berhasil membuktikan bahwa organisasi dapat berjalan beriringan dengan studi, bahwa dakwah dan studi bukanlah sesuatu yang pantas dibenturkan. Mereka berjalan ke satu tujuan yang sama, Ridho-Nya. Ia meraih IPK yang tinggi, bahkan setahuku, tertinggi diantara rekan-rekan seperjuangannya di lembaga dan ia berhasil menjadi seorang ketua. Subhanallah...
***
Di unit IV fakultas farmasi UGM, kalian bisa saja menemui beliau. Seorang dosen wanita, muda, dan telah selesai menempuh studi S-3 di London, Inggris. Setelah menjalani studi S-3 beliau hanya bertambah gelar dua huruf saja di depan namanya. “Dr.” Ketika ditanya, “Kok nggak ada gelar S-2 nya, Bu?”. Beliau menjawab, “Di Inggris, ketika seseorang berhasil menyelesaikan studinya sampai S-3 hanya mendapat tambahan 'Dr.', gelar S-2 nya tidak perlu dicantumkan. Bahkan di kartu identitas orang-orang di sana tidak pernah mencantumkan gelarnya”. Hmm, menarik juga bagiku. Beliau seakan-akan meyakinkan bahwa yang terpenting adalah ilmu, bukan gelar saja dan beliau membuktikannya.
Beliau memiliki ide-ide besar yang terkait bidang yang digelutinya, ide yang rasanya tak pernah lawas karena waktu, beliau lolos di beberapa hibah penelitian fakultas. Begitu besar idenya, sampai membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya. Dan tahukah kalian dibalik kecemerlangan beliau di ilmu yang beliau dalami, beliua sangat bertanggung jawab terhadap keluarganya. “Saya percaya mbak, kalau di akhirat nanti kita tidak akan ditanya 'Berapa penelitian yang sudah kamu lakukan?' atau 'Berapa kepanitiaan yang sudah kamu ikuti', tapi saya pasti akan ditanya, 'Apa yang sudah kamu lakukan untuk anak dan keluargamu?'” jelas beliau sangat keibuan. Ketika ditawari menjadi panitia di salah satu agenda fakultas beliau malah balik bertanya,”Kalau menolak boleh tidak?” haha, beliau lalu tertawa. Ketuklah nuranimu dan biarlah ia berpendapat.
***
Sahabat, belum bosan dengan ceritaku, kan? Muslimah yang satu ini bernama N. Ia periang dan bersemangat. Ia mampu melewati masa SMA dalam dua tahun. Ia cerdas, pandai bermain kata-kata dan mengolahnya menjadi sebuah kalimat yang unik, sulit dipahami, tapi selalu bemakna tegas. Ia pandai menggambar, sangat sistematis dan rajin. Jika ditanya satu kata yang menggambarkan dirinya, ia akan menjawab dengan mantab “ceria!”.
Sambil berorganisasi, lomba, jalan-jalanpun studinya baik-baiak saja. Saat kuliah mungkin semua informasi tertangkap begitu saja, mengendap menjadi pengetahuan yang siap dibagunkan sewaktu-waktu, menyatu dengan memori yang sudah ada dan membentuk sebuah pemahaman yang baik. Keinginannya kuat dan ia akan berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan cita-citanya itu. Hmm, dia unik dan aku mencintainya karena Allah. Satu kalimat yang pernah ia tulis dan berkesan bagiku adalah “I will never alone”. Mungkin itu juga yang membuat ia selalu bahagia.
***
Pagi-pagi, aku dan temanku menemui beliau, yang sedang mengaduk-aduk gula dicampur dengan daun sirih di atas piring. Permisi, Bu, sedang apa?” sapa kami. “Ya… ini mbak, lagi bersihin gula yang banyak semutnya. Mungkin kemarin nutupnya kurang rapat jadi semutnya pada masuk. Ya, maklum asisten, kan juga masih bocah. Makanya saya kasih daun sirih mbak, biar semutnya pergi sendiri. Nggak tahu, ya mbak, mahasiswa lebih ngerti daun sirih mengandung apa, minyak atsiri, mungkin? Semut nggak suka baunya.” jawab beliau, tenang sekali.
Beliau sabar dan sangat perhatian terhadap mahasiswa. Pasti sahabat semua pernah berkomunikasi dengan beliau. Jika ingin bertemu, sapalah beliau di Unit IV lantai 3.
Jika melihat mahasiswa yang bekerja kurang rapi atau serabutan, beliau diamkan, tapi bukannya tidak peduli lho…“Kalau mahasiswa sedang praktikum dan kesulitan, ya, saya bantu mbak, tapi kalau mahasiswa skripsi kesulitan, saya minta mereka tanya sendiri ke dosen pembimbing, jadi tergantung dosen pembimbingnya. Ada juga mahasiswa yang bertanya ke dosen pembimbing dan dijawab 'Ya, silakan cari sendiri', tapi saya sudah pesen ke beberapa dosen kalau punya mahasiswa skripsi mbok ya dijagain kerjanya di lab.”
Beliau paham betul arti sebuah proses, arti pembelajaran. Bahwa proses itu jauh lebih berharga dan hasil bukan satu-satunya tujuan. Beliau akan memberi kesempatan mahasiswa untuk belajar lebih baik.
Pernah, suatu ketika aku datang ke Uinit IV, mungkin raut wajahku tak bisa menyembunyikan kebingungan. Beliau menyapaku terlebih dulu. “Ada apa mbak? Mau mencari siapa?”. Jka aku ungkapkan sebuah bahan yang aku cari, beliau tidak akan tenang sebelum aku menemukannya. “Coba di lab KFD mbak, atau di lab Biokim?”. Lalu aku melaju menyusuri unit IV. Saat aku belum juga menemukan apa yang aku cari, beliau memberi saran lagi “Kalau belum ketemu, mungkin di lab Kromato mbak.” Beliau akan selalu membantu saat kita kesulitan. Pernah juga, saat pagi-pagi aku sudah datang ke kampus dan tampak menunggu, beliau menyapaku, ”Cari siapa mbak? sudah janjian belum?” Ah, baik sekali, batinku. “Ya, ditunggu saja...” saran beliau menenagkan. “Iya, bu...trimakasih” jawabku saat itu.
***
Di sela-sela kuliah, praktikum, skripsi, PKM dan organisasiku, mereka adalah orang-orang yang menginspirasi bagiku. Satu hal yang sama dari mereka adalah bahwa mereka memiliki tujuan yang jelas, bening cita-citanya. Mereka tak terbebani dengan pendapat orang lain, suasana kompetitif atau sebuah kegagalan.Mereka hanya menjalankan tugas dan menjernihkan niat mereka. Mereka sama-sama memiliki mimpi yang kemuadian diperjelas dengan cita-cita. Yang tidak perlu, dibuang saja. Residu atau pengotor, dijerap saja. Sehingga cita-cita itu menjadi bening, jelas, mudah dibayangkan dan dihayati. Sebening obsesi Muhammad Al Fatih yang ingin menaklukkan Konstantinopel. Sebening inovasi Nobuyuki Idei, sang CEO Sony yang ingin menciptakan handycam yang begitu kecil. Banyak yang menanyakan apa rahasia dibalik kesuksesan CEO Sony itu, “Hal pertama yang kami temukan adalah menemukan ukuran yang tepat.” katanya.
Ingin menjadi mahasiswa berprestasi dan aktif berorganisasi atau menjadi sahabat yang meneyenangkan? Ingin menjadi dosen teladan atau laboran yang jasanya tak pernah dilupakan? Itu pilihan. Bukankah di dunia ini semua manusia berhak bermimpi dan mengambil makna? Hanya saja, jika semua itu berawal dari satu tujuan yang sama, cita-cita yang bening dan jelas maknanya, maka semua akan berubah menjadi lebih mudah dan sederhana. Jika bagi seorang muslim, satu tujuan bening itu adalah kebaikan, maka kebeningan itu akan melahirkan kekuatan. Dan ia akan menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Sebagaimana Allah telah berjanji dalam firman-Nya:”Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. “ (Q.S Ath Thalaq: 4).

2 komentar:

  1. Post Sangat Bermanfaat Jangan Lupa Kunjungi Blog
    http://jasakonsultanskripsisurabaya.blogspot.com/

    BalasHapus