Penyatuan antara rasio, rasa, dan tubuh; tidaklah semudah kasat mata tertampak. Mari tengok, para pecundang pun berpendapat bahwa berjalan dalam meragu jauh lebih mudah, lebih indah, dan bahkan tetap bergairah; padahal kita sadar bahwa setiap insan akan punah dalam visual dunia fana. Bagi mereka : memilih itu pedih dan perih, serta memilah itu luka dan terbelah.
Celoteh keluh pun berkisah : “Itu sebabnya kita hidup tidak perlu memilih, biarlah kesesatan dalam keraguan nyata ini membisikkan kebenarannya tersendiri. Biarlah rerumputan dan angin yang menggoyangkannya menerbangkan berita terbaik yang mungkin berkenan mampir. Biarkanlah pejantan dan betina itu bersatu dalam satu tubuh, manusia setengah utuh.”
Wahai sahabat, mungkin itulah keluhan kekalahan yang bisa terucap lanjur dalam kerap, jika sang ragu di jiwa yang masih menginap. Ketika memilih tak lagi berani, melangkah tak lagi berjiwa, maka daya yang ada hanyalah “coba nikmati saja hidup ini”. Padahal kenikmatan hidup itu seharusnya berefek universal. Universal kenikmatannya, mulai pangkal hingga ujung, mulai jiwa hingga jauh semesta.
Artinya, jika engkau menikmati hidupmu, bahkan terlalu menikmatinya, sehingga menyebabkan sebagian besar makhluk yang sholeh merasa teraniaya, berarti candu jahannam yang sedang kau nikmati itu. Apalagi jika hidupmu kelu, tak berefek kecuali pilu, di semestamu dan dirimu. Terus diingat bahwa zolimi diri artinya zolimi semestamu.
Ketika kau pun tak jua memutuskan, maka lepas sudah engkau dari keraguanmu dengan cara meyakini keraguanmu itu; berarti engkau telah memilih pilihan yang tak tersedia. Ada tapi tak ada. Jelas tapi bias. Tegas dalam waswas. Hidup dalam redup. Sebenar-benarnya bingung, sebenar-benarnya membingungkan, sebenar-benarnya kafir, keingkaran yang hebat. Jalan pintas menuju murtad.
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). (Maka) Merekalah orang-orang yang sebenar-benarnya kafir. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan." {TERJEMAHAN DATA SUCI Q.S. An-Nisaa (4) : 150-151}
Apa salahnya untuk mencoba lebih berani, tak masalah jika pada awalnya kau terpaksa sakiti hati beberapa insan di sana sini, hingga mereka mengerti, bahwa kau sungguh sedang berusaha lebih baik, melakukan yang terbaik, memberikan yang terbaik. Sebab, sudah niscaya jika bukti aksi bisa lekas terlihat kasat, tapi bukti hasil butuh interval pengorbanan rasa; hati, pikiran, waktu, harta, bahkan nyawa.
AYO PILIHLAH
Ayo pilihlah. Biarkan fitrahmu tetap bermuara. Biarkan mutiara fajar itu bekerja. Tanpa pilihan maka kau yang akan dipilihkan, diperebutkan, ditarik-tarik, didorong-dorong, diobok-obok. Kau lah objeknya, kau lah targetnya, kau lah mangsanya. Bukankah perkara itu menyedihkan bagimu wahai sahabat?
Ketika kau berfikir bahwa menerima itu asyik dalam kepasifan, maka sebenarnya bergerak senyum jauh lebih menggairahkan dan meronakan. Memang, memilih harus siap disambut tidak. Tapi, “Tidak” itulah sebagai bumbu kebahagiaan yang membuat jiwa mudamu semakin merasakan manisnya iman. Awet muda, awet imanmu, teguh pendirianmu.
Mungkin bagimu yang diberi “kelebihan” fisik yang berbeda. Sehingga aktivitas fisikmu lebih spesial dibatasi kesabaran yang menghujam. Aktivasikan saja pikiran dan jiwamu. Di situ pun engkau bisa melihat Furqon itu, sang pembeda sejati, sesejati kemampuan sejatimu.
Allah tidak akan pernah pilih kasih dalam mewartakan kebenaran, mengajak kepada keselamatan, bagaimana pun rupamu, seberapapun lebar jidatmu. Allah tetap memberikan hadiah dan hidayah-Nya. Sehingga dengan kekuatan dari-Nya kau bisa bergerak optimal plus maksimal. Plus lebih, dalam min kekuranganmu. Ada kelebihan di balik kekurangan. Ada peluang di balik masalah. Fa innama’al ‘usri yusroo. Ada kasih sayang-Nya dibalik rentetan peristiwa ‘tidak nyaman’ yang mendewasakan.
Walaupun hari ini madu dan racun tak terpisah secara jujur, tapi furqon itu dari jiwa. Sehingga bias yang ada, biasanya justru malah mempertegas furqon dan merangsang otot-otot filter ketaqwaan. Itulah ujian. Dalam sangkaan, dalam pengorbanan, dalam tarik ulur kesempitan, dan kelapangan; selalu saja melahirkan kekuatan, disadari atau tidak. Bergerak saja dari jiwa, maka furqon itu kan bersamamu, bersama kita wahai sahabat. Sehebat. Sedahsyat. Semangat. Selamat.
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?" {TERJEMAHAN DATA SUCI Q.S. Al-Ankabuut (29) : 2}.
Hei, bukankah Islam itu selamat. Selama kau mau memilih dengan ilmu terbaikmu maka : Memilih jika benar pahalanya sepuluh, memilih lalu salah pahalanya cukup satu, Bi idznillah. Apapun pilihanmu, keduanya berpahala fitrah. Sehingga tidak ada pilihan yang benar-benar salah. Yang benar-benar salah adalah ketika engkau enggan tuk memilih dibarengi berbagai dalih. Yang benar-benar salah adalah ketika engkau menyalahkan pilihan insan yang benar-benar sholeh.
Artinya, tidak usahlah engkau jumawa ketika sudah memilih. Pilihanmu bukan untuk disombongkan, tapi untuk dipraktekkan dengan sebaik upaya, untuk memberikan yang terbaik kepada semesta.
smoga tetap bersatu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar